Selasa, 23 November 2010

PMR Sebagai Eskul Wajib: Bentuk Baru Sosialisasi Hidup Sehat


BANDUNG—Semenjak tahun ajaran 2008/2009 Dinas Pendidikan menetapkan Palang Merah Remaja (PMR), bersama Pramuka dan Paskibraka, sebagai salah satu pilihan ekstrakurikuler (eskul) wajib SMA. Hal ini mengakibatkan jumlah pengikut eskul yang berkonsentrasi di bidang kesehatan ini bertambah pesat.
Jika dibandingkan dengan eskul Pramuka maupun Paskibraka, peminat PMR jauh lebih banyak dalam segi jumlah. Alasannya, eskul yang merupakan mitra dari Palang Merah Indonesia (PMI) ini dinilai lebih ringan dan santai dalam segi pelatihan dan praktiknya.
“Padahal tidak seperti itu juga. Justru latihan PMR itu sama beratnya dengan Pramuka dan Paskibraka. Sama-sama butuh ketahanan fisik,” ujar Ade Kurnia yang menjabat sebagai Staf Yankesos, Rekruitmen, dan Kelestarian Donor PMI Cabang Bandung.
Ditemui di Kantor PMI Cabang Bandung, Jalan Aceh no.79 pada Selasa (23/10), Ade mengatakan terdapat beberapa kendala terkait membludaknya jumlah peminat eskul PMR di setiap sekolah ini.
“Kendalanya tentu saja mengenai pelatihnya. Butuh pelatih dalam jumlah banyak yang berkompeten untuk melatih mereka. Tidak sembarangan orang bisa menjadi pelatih.” tutur pria yang bekerja pada PMI sejak tahun 1995 ini.
“Tidak bisa, misalnya, kamu dulu pernah ikutan PMR, lalu langsung melatih junior PMR kamu. Mereka butuh pelatih yang pernah mengikuti pelatihan kepalangmerahan yang tepat.”
Namun jika dilihat dari segi lain, ternyata terdapat pula beberapa keuntungan dari penetapan PMR sebagai eskul wajib. Ade mengatakan, dengan membludaknya jumlah peminat PMR, semakin banyak siswa yang mengerti tentang pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
“Jadi, kalau seorang siswa tiba-tiba melihat temannya pingsan ketika upacara, ia tahu apa yang harus ia lakukan. Bagi kami, ini merupakan sebuah bentuk sosialisasi,” tutur Ade.
Keuntungan lainnya ialah semakin banyak orang yang mengetahui tentang cara-cara menjaga kesehatan dalam lingkup keluarga. Ade berharap, semoga saja sosialisasi tentang hidup sehat ini dapat disampaikan kepada seluruh anggota keluarga dengan mediatornya adalah siswa pengikut eskul PMR tersebut.
“Hal-hal remeh seperti cara mencuci tangan yang baik, cara merawat orang sakit, cara memandikan bayi, maupun cara menaruh termometer pada ketiak pun diajarkan.”
Ketika ditanya mengenai PMR yang berkualitas di kota Bandung, Ade menyodorkan PMR SMA Negeri 24 Bandung dan SMA Negeri 10 Bandung sebagai contoh. Indikatornya adalah kuantitas mereka dalam memenangkan lomba-lomba PMI yang biasa diadakan pada bulan September.
“Mereka menang karena mereka sangat menguasai skill-skill mengenai kepalangmerahan. Itu bisa menjadi indikator kualitas pola pelatihan PMR dari suatu SMA bukan? ” tanya Ade retoris.
Kepedulian anggota eskul PMR terhadap korban bencana, seperti misalnya bencana Wasior, Mentawai, maupun Merapi, tidak perlu dipertanyakan. Walaupun tidak dapat terjun langsung untuk membantu korban, para anggota PMR dinilai Ade giat berupaya mengumpulkan sumbangan-sumbangan dari siswa untuk meringankan beban korban bencana.
“Mereka membantu semaksimal yang mereka bisa,” simpul Ade.
Mengenai harapan terhadap PMR untuk ke depan, Ade menginginkan agar PMR tetap hidup, maju, dan berjalan sesuai dengan perkembangan zaman.
“Misal, sekarang istilah-istilah P3K disederhanakan menjadi PP atau Pertolongan Pertama supaya tidak terlalu ribet.” (TR)


Narasumber: Ade Kurnia
No.Ponsel: 081395078095
Alamat: Gg. Bbk Ciseureuh Timur No.34, Regol - Bandung


Tristia Riskawati
210110090293
 



0 komentar:

Posting Komentar